Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Materi Hukum Adat Lengkap

DEFINISI HUKUM ADAT

Berikut beberapa pengertian Hukum Adat

  1. Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang adat dan sekaligus hukum atau keseluruhan aturan hukum yang tidak tertulis (Prof Kusumadi Pudjosewoyo).
  2. Hukum adat adalah sinonim dari hukum tak tertulis (Prof Supomo).
  3. Hukum adalah hukum yang berurat dan berakar dari rakyat (Prof Khusnoe).
  4. Hukum adat adalah keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan, dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum (Prof. Soerjono Soekanto).
  5. Hukum adat merupakan keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para perangkat hukum yang mempunyai wibawa dan pengaruh yang dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta serta dipatuhi dengan sepenuh hati (Ter Haar).
  6. Hukum adat bersumber pada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.

ISTILAH HUKUM ADAT

Sebelum tahun 1920, hukum adat dinyatakan dalam berbagai istilah sebagaimana tercantum dalam perundang-undangan sebagai berikut:

  1. “Godsdienstige wetten, volksintellingen en gebruiken” (Pasal 22 AB).
  2. “Godsdienstige wetten, instellingen en gebruiken” yang berarti “Hukum Agama, Lembaga-lembaga Kebudayaan Rakyat, dan Kebiasaan” (Pasal 75 ayat 3 redaksi lama RR. 1854).
  3. “Instellingen des volks” yang berarti “Kebudayaan Rakyat” (Pasal 128 ayat 4 IS) atau sebelumnya Pasal 71 ayat 3 RR. 1854.
  4. “Godsdienstige wetten en oude herkomsten” berarti Undang-undang Agama atau adat kebiasaan lama.
  5. “Het Inlandschrecht” yang berarti “Hukum Bumi Putera” (Pasal 11 f sub c RO).
  6. Pada tahun 1929 melalui Ind. Stbl. 1929 No. 221 jo Ho. 487 istilah “Godsdienstige wetten en oude herkomsten” diganti dengan istilah “adatrecht”

Sebelumnya, istilah adatrecht diperkenalkan pertama kali dalam Ned Stbl 1920 No. 105.

AB singkatan dari Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie yang berarti ketentuan-ketentuan umum mengenai perundang-undangan di Indonesia

Istilah ”Adatrecht” berasal dari bahasa Belanda yang berarti “hukum adat” untuk pertama kali dikemukakan oleh Snouck Horgronje. 

Adatrecht adalah keseluruhan aturan tingkah laku bagi bumiputra dan orang timur asing, yang ada sanksinya dan tidak dikodifikasi.

Unsur-unsur adatrecht: 

  1. Unsur hukum asli Indonesia, 
  2. Unsur Timur Asing yang berada di Indonesia,
  3. Unsur agama (Hindu, Islam, Kristen)

Hukum adat dan adat.

Pengertian dan Unsur-Unsur Adat

Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut:

“Tingkah laku seseorang yang terus menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”

Dengan demikian, unsur-unsur terciptanya adat adalah:

  1. Adanya tingkah laku seseorang
  2. Dilakukan terus-menerus
  3. Adanya dimensi waktu
  4. Diikuti oleh orang lain/masyarakat

Prof. Mr. B. Terhaar Bzn; Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Teori Keputusan dari Terhaar menyatakan bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap si pelanggar peraturan peraturan adat istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukum terhadap si pelanggar, maka adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat.

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven; Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.

Dr. Sukanto, SH; Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.

Mr. JHP Bellefroid; Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.

Prof. M.M. Djojodigoeno, SH; Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.

Prof. Dr. Hazairin; Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.

Soeroyo Wignyodipuro, SH; Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum (sanksi).

Prof. Dr. Soepomo, SH; Hukum adat adalah hukum tidak tertulis, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari Hukum Adat sebagai berikut:

  1. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat
  2. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
  3. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sakral
  4. Adanya keputusan kepala adat
  5. Adanya sanksi/akibat hukum
  6. Tidak tertulis
  7. Ditaati dalam masyarakat.

KARAKTER HUKUM ASLI INDONESIA

Sebagian besar tidak tertulis.

Terlihat dalam kehidupan rakyat sehari-hari (mis. dalam pepatah-pepatah rakyat), yurisprudensi, buku karangan ilmiah dalam berbagai majalah, piagam-piagam, akta-akta, kepustakaan asli tentang Sejarah/babad seperti Negarakartagama, Pararaton

Sebagian kecil tertulis

Terlihat dalam buku-buku asli yang melukiskan lembaga-lembaga hukum, seperti UU Jambi, UU tentang perdagangan dan perkapalan dari suku wajo di Sulawesi Selatan serta perundang-undangan sesungguhnya dari lingkungan asli (desa, nagari, marga, awig-awig di Bali, Lombok,  pranatan desa di Jawa dll) dan lingkungan raja (angger-angger: di Yogya).

KEBERLAKUAN HUKUM ADAT

Hukum adat masih berlaku di Indonesia didasarkan pada landasan yuridis formal sebagai berikut:

  1. Pasal 131 ayat 2 b Indische Staatsregeling (IS) yang menetapkan dalam pemisahan golongan penduduk beserta sistem hukumnya di Hindia Belanda, bahwa bagi golongan pribumi ata Bumi Putra dan golongan Hindia Timur Asing berlaku Hukum Adat mereka.
  2. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang merupakan dasar bagi tetap berlakunya semua peraturan hukum yang telah ada sepanjang belum dihapuskan atau belum diganti dengan peraturan hukum yang baru. 

RUANG LINGKUP HUKUM ADAT

  1. Hukum Adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat), mengatur tentang susunan dari dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum (rechtgemenchappen) serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat kelengkapan, jabatan-jabatan dan pejabatnya. Terdiri dari hukum adat mengenai kekerabatan (genealogikal) dan teritorial.
  2. Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum tanah, hukum perhutangan) yang terdiri dari: hukum pertalian sanak (perkawinan, waris); hukum tanah (hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah); dan hukum perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang benda selain tanah dan jasa).
  3. Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-peraturan tentang pelbagai delik dan reaksi masyarakat terhadap pelanggaran hukum pidana itu.
  4. Hukum adat mengenai perikatan.

Terdapat tiga sistem kekerabatan (genealogikal), yakni:

  1. Sistem patrilineal (ayah). Sistem kekerabatan dimana garis keturunan ditarik dari pihak bapak. Contoh pada adat Batak, Bali dan Ambon.
  2. Sistem Matrilineal (ibu). Sistem kekerabatan dimana garis keturunan ditarik dari ibu. Contoh di Minangkabau, Kerinci.
  3. Sistem Parental/Bilateral (ayah dan ibu). Sistem kekerabatan dimana garis keturunan ditarik dari pihak ayah dan ibu.

CORAK HUKUM ADAT

  1. Corak utama dari hukum adat adalah bentuk hukumnya  tidak tertulis. 
  2. Dalam hukum adat kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok  (commun), sebagai suatu kesatuan yang utuh. Dikenal asas kekeluargaan/asas kebersamaan, dan (senasib dan sepenanggungan);
  3. Mengutamakan bekerja dengan asas-asas pokok saja. Lembaga adat diisi/dijabarkan menurut tuntutan waktu, tempat dan keadaan (suasana) dan diukur dengan asas kerukunan, kepatutan keselarasan;
  4. Memberi kepercayaan penuh kepada petugas hukum adat;

Bentuk masyarakat hukum adat.

Pengertian masyarakat hukum adat menurut ter Haar, masyarakat hukum adat adalah kesatuan manusia sebagai satu kesatuan, menetap didaerah tertentu, mempunyai penguasa- penguasa, mempunyai kekayaan yang berwujud atau tidak berwujud, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat, merupakan suatu kodrat dan tidak seorangpun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk berkeinginan membubarkan ikatan yang telah bertumbuh itu atau meninggalkan dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.

1. Masyarakat Hukum Genealogis

Masyarakat hukum genealogis adalah suatu kesatuan masyarakat di mana para anggotanya terikat oleh suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur baik secara langsung karena hubungan darah atau tidak langsung karena pertalian perkawinan atau pertalian adat. Pada jenis masyarakat hukum genealogis pengikat anggota persekutuan adalah kesamaan keturunan dalam arti semua anggota dari persekutuan terikat dan mempunyai ikatan yang kuat karena mereka berasal dari satu nenek moyang yang satu atau sama.

2. Masyarakat Hukum Teritorial 

Masyarakat hukum teritorial adalah masyarakat hukum yang anggota-anggota masyarakatnya terikat pada suatu daerah kediaman tertentu, baik dalam kaitan duniawi maupun dalam kaitan rohani. Terdapat ikatan yang kuat sebagai pengikat di antara anggotanya karena mereka merasa dilahirkan dan menjalani kehidupan bersama serta tumbuh dan berkembang di tempat yang sama

3. Masyarakat Hukum Genealogis-Teritorial

Timbulnya masyarakat genealogis-teritorial disebabkan bahwa dalam kenyataannya tidak ada kehidupan tidak tergantung dari tanah, tempat ia dilahirkan, mengusahakan hidup, tempat kediaman, dan mati. Masyarakat genealogis-teritorial adalah kesatuan masyarakat di mana para anggotanya tidak saja terikat pada tempat kediaman, tetapi juga terikat pada hubungan keturunan dalam ikatan pertalian darah dan atau kekerabatan.Bentuk masyarakat ini terdapat pada masyarakat kuria dengan huta-huta di lingkungan masyarakat Tapanuli Selatan (Angkola, Mandailing), umi (Mentawai), euri (Nias), nagari (Minangkabau), Marga dengan dusun-dusun di Sumatera Selatan, dan marga dengan tiyuh-tiyuh di Lampung.

Wilayah hukum adat.

Wilayah Hukum Adat atau Lingkungan Hukum Adat atau Kukuban Hukum Adat Indonesia sangat erat kaitannya dengan persekutuan Hukum Adat atau masyarakat Hukum Adat. Van Vollenhoven membagi atau mengelompokkan wilayah Indonesia dalam 19 lingkungan Hukum Adat (adat rechtkringen).

Pembagian tersebut didasarkan atas pengklasifikasian berdasarkan bahasa-bahasa adat yang digunakan berbagai daerah yang ada di Indonesia.

Asas pokok hukum adat

1. Asas Religio Magis (Magisch-Religieus)

Asas Religio Magis (Magisch-Religieus) adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir seperti prelogika, animisme, pantangan, ilmu gaib dan lain-lain.

2. Asas Komunal atau Kemasyarakatan

Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan perseorangan.

3. Asas  Kontan

Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat yang bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.

4. Asas Konkrit

Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud.

Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak ada saling mencurigai satu dengan yang lainnya.

Hukum Perorangan

Dalam hukum perorangan ini yang dibicarakan adalah tentang masalah subjek hukum dalam hukum adat. Dalam hukum adat, subjek hukum perorangan meliputi badan-badan hukum dan manusia, badan-badan hukum antara lain desa, suku, nagari dan wakaf.

Manusia sebagai subjek hukum dalam hukum perorangan, tidak semuanya dapat melakukan perbuatan hukum yang sah, artinya tidak setiap manusia mampu melakukan perbuatan hukum (handelings bekwaanheid). Yang dianggap telah mampu melakukan perbuatan hukum dalam hukum adat adalah setiap orang yang sudah dewasa (volwanen) termasuk seorang wanita yang ada dalam ikatan perkawinan dengan seorang pria.

Meskipun pada prinsipnya semua orang dalam hukum adat diakui memiliki wewenang hukum yang sama, akan tetapi didalam kenyataannya dibeberapa daerah memiliki perkecualiannya, seperti dilingkungan masyarakat Minangkabau, dimana setiap orang perempuan tidak berhak menjadi “penghulu andiko” atau “mamak kepala waris”.

Hukum Kekeluargaan

1. Hal Keturunan Maksudnya ialah ketunggalan leluhur; artinya terdapat hubungan darah antara orang seorang dengan orang lain, dua orang atau lebih yang memiliki hubungan darah. Jadi yang tunggal leluhur disini adalah keturunan yang seorang dari yang lain. Hubungan kekeluargaan ini merupakan faktor yang sangat penting di kemudian hari dalam hal-hal berikut:

  1. Masalah perkawinan; yaitu untuk meyakinkan apakah terdapat hubungan kekeluargaan yang merupakan larangan untuk menjadi suami isteri, misalnya terlalu dekat, adik-kakak, sekandung, dan sebagainya.
  2. Masalah waris; dalam hal ini hubungan kekeluargaan merupakan dasar pembagian harta peninggalan.

2. Hubungan Anak dengan Orangtua

Hubungan anak dengan orangtua dalam hukum kekeluargaan adat ini adalah sangat penting, karena dalam hukum adat anak kandung memiliki kedudukan yang sangat penting dalam setiap somah (gezin) dari suatu masyarakat adat. Oleh karena itu ketika anak masih dalam kandungan ibunya hingga ia dilahirkan, bahkan dalam pertumbuhannya, pada masyarakatadat terdapat banyak upacara-upacara adat sifatnya religio-magis dan penyelenggaraannya berurutan mengikuti pertumbuhan fisik anak tersebut dan semuanya bertujuan untuk melindungi anak beserta ibunya yang sedang mengandung, dari segala macam bahaya dan gangguan-gangguan yang mungkin timbul setelah anak dilahirkan, agar anak dimaksud menjadi anak yang dapat memenuhi harapan kedua orangtuanya.

3. Hubungan Anak dengan Keluarga

Pada umumnya hubungan anak dengan keluarganya tergantung dari keadaan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan, dan lebih khusus lagi tergantung dari sistem persekutuan-persekutuannya. Seperti diketahui bahwa di Indonesia ini terdapat persekutuan-persekutuan adat yang susunannya berlandaskan tiga macam garis keturunan, yaitu garis keturunan ibu, garis keturunan bapak, dan garis keturunan bapak dan ibu.

4. Memelihara Anak Piatu

Mengenai pemeliharaan anak piatu dalam susunan keturunan yang parental, maka orangtua yang masih hidup yang memelihara anak-anak mereka seterusnya hingga dewasa. Jika kedua orangtuanya tidak ada lagi, maka yang memelihara anak-anak yang ditinggalkan adalah salah satu dari keluarga pihak bapak atau ibunya yang terdekat dan keadaannya memungkinkan untuk keperluan memelihara si anak ini.

5. Mengangkat Anak (Adopsi)

Mengangkat anak pada hakikatnya adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri, sehingga antara orang yang memungut anak dengan anak yang dipungut timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti antara orangtua dengan anak kandung.

Hukum Perkawinan Adat

1. Batasan Hukum Perkawinan Adat Adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di Indonesia.

2. Arti Perkawinan dalam Hukum Perkawinan Adat, Arti Perkawinan bagi hukum adat adalah penting karena tidak saja menyangkut hubungan antara kedua mempelai, akan tetapi juga menyangkut hubungan antara kedua belah pihak mempelai seperti saudara-saudara mereka atau keluarga mereka lainnya. Karena begitu penting arti perkawinan ini, maka pelaksanaan perkawinan itu pun senantiasa dan seterusnya disertai dengan berbagai upacara lengkap dengan sesajennya.

3. Pertunangan dalam Hukum Perkawinan Adat

Maksudnya ialah suatu stadium (keadaan) yang bersifat khusus di Indonesia, biasanya mendahului dilangsungkannya suatu perkawinan. Dasar alasan pertunangan ini di setiap daerah tidaklah sama, akan tetapi lazimnya adalah:

  • Karena ingin menjamin perkawinan yang dikehendaki dapat dilangsungkan dalam waktu dekat.
  • Khususnya di daerah-daerah yang ada pergaulan sangat bebas antara muda-mudi, sekedar untuk membatasi pergaulan kedua belah pihak yang telah diikat oleh pertunangan itu. 
  • Memberi kesempatan kepada kedua pihak untuk lebih saling mengenal, sehingga mereka kelak sebagai suami isteri dapat diharapkan menjadi suatu pasangan yang harmonis.
  • Pertunangan ini masih dimungkinkan batal apabila dalam hal-hal berikut:
  • Kalau pembatalan dikehendaki kedua pihak yang timbul setelah pertunangan berjalan beberapa waktu lamanya.
  • Kalau salah satu pihak tidak memenuhi janjinya, maka tanda itu harus dikembalikan sejumlah atau berlipat dari yang diterima, sedangkan jika pihak yang lain tidak memenuhi janjinya, maka tanda pertunangan ini tidak perlu dikembalikan. Dalam pembatalan yang dilakukan oleh kehendak dua belak pihak, maka tanda-tanda pertunangan lazimnya saling dikembalikan. Dalam hukum Islam pertunangan tidak dikenal.

4.    Bentuk-bentuk Perkawinan Adat 

  1. Perkawinan Jujur
  2. Perkawinan Semanda
  3. Perkawinan Bebas (Mandiri)
  4. Perkawinan Campuran
  5. Perkawinan Lari, Adanya perbedaan bentuk hukum perkawinan adat lebih disebabkan karena terdapatnya perbedaan sistem kekerabatan atau sistem keturunan yang dianut oleh masing-masing masyarakat adat di Indonesia. Larangan Perkawinan dalam Hukum Perkawinan Adat Maksudnya ialah segala sesuatu yang dapat menyebabkan perkawinan itu tidak dapat dilaksanakan karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dikehendaki oleh hukum adat atau larangan agama yang telah masuk menjadi ketentuan hukum adat, Beberapa larangan itu adalah:
    • Karena Hubungan Kekerabatan
    • Karena Perbedaan Kedudukan
    • Karena Perbedaan Agama
  6. Adat Pelamaran dalam Hukum Perkawinan Adat, Maksudnya ialah tata cara melakukan pelamaran sebelum berlangsung acara perkawinan secara hukum adat. Cara melamar di berbagai daerah di Indonesia, biasanya dilakukan terlebih dahulu oleh pihak yang akan melamar dengan mengirimkan utusan atau perantara perempuan tau laki-laki (di Aceh disebut seulangke; di Melayu telangkai; di Toba domu-domu; di Lampung Lalang; di Jawa congkok; di Banyuwangi garuman; di Dayak Kendayan picara, patone) berkunjung kepada pihak yang dilamar untuk melakukan “penjajakan”. Setelah penjajakan dilakukan, barulah pelamaran secara resmi dilakukan oleh keluarga/kerabat orangtua pihak laki-laki dengan membawa “tanda lamaran” atau “tanda pengikat”.
  7. Acara dan Upacara Perkawinan dalam Hukum Perkawinan Adat. Pada umumnya acara dan upacara perkawinan dalam hukum perkawinan adat telah diresapi hukum perkawinan berdasarkan keturunan agama; bagi mereka yang melaksanakan perkawinan menurut Islam, maka mereka melakukan “ijab qabul” anatara Bapak/Wali mempelai perempuan dengan mempelai laki-laki seraya disaksikan oleh dua orang saksi, dalam suatu majelis. Sedangkan bagi mereka yang akan melakukan perkawinan campuran dikarenakan perbedaan agama, hendaknya salah satu mengalah dan melepaskan agama yang dianutnya, sehingga perkawinan dilakukan menurut tata cara satu agama saja. Acara pelaksanaan perkawinan yang hanya dilakukan di Kantor Catatan Sipil atau melakukan perkawinan ganda menurut agama masing-masing adalah tidak sah.

Hukum Waris Adat

  1. Batasan Hukum Waris Adat, Maksudnya ialah aturan-aturan atau norma-norma hukum yang mengatur atau menetapkan bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi-bagi kepada para ahli waris dari generasi ke generasi berikutnya baik berupa kekayaan yang bersifat materil mupun immaterial melalui cara dan proses peralihannya.
  2. Sifat Hukum Waris Adat Ada tiga macam hukum waris:
    1. Hukum Waris Adat
    2. Hukum Waris Barat
    3. Hukum Waris Islam
  3. Sistem Hukum Waris Adat, Dalam hukum waris adat disebutkan adanya tiga macam sistem kewarisan:
    • Sistem Kolektif
    • Sistem Mayorat
    • Sistem Individual
  4. Harta yang Diwariskan Menurut Hukum Waris Adat
    • Harta yang diwariskan menurut hukum waris adat adalah harta yang berwujud benda dan harta yang tidak berwujud benda. Harta yang berwujud benda ialah seperti sebidang tanah, bangunan rumah, alat perlengkapan pakaian adat, barang perhiasan wanita, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan harta tidak berwujud benda adalah seperti berupa kedudukan atau jabatan adat, dan sebagainya
  5. Pewaris dan Waris dalam Hukum Waris Adat
    • Pewaris adalah orang yang mempunyai harta kekayaan yang akan diteruskannya (diwariskan) atau akan dibagi-bagi kepada para ahli waris setelah ia wafat. Jadi pewaris adalah yang memiliki harta peninggalan. Sedangkan waris adalah orang yang mendapat warisan. Dan yang disebut ahli waris dengan sendirinya adalah orang yang berhak mendapatkan harta warisan. Jadi semua orang yang kewarisan disebut waris, tetapi tidak semua waris adalah ahli waris.

Hukum Tanah Adat

  1. Kedudukan tanah dalam hukumn adat.
  2. Hak-hak atas tanah dalam hukum adat.
  3. Transaksi tanah dalam hukum adat.
  4. Transaksi yang ada hubungannya dengan tanah.


Posting Komentar untuk "Materi Hukum Adat Lengkap"

Pasang Backlink Profesional Terpercaya untuk Blog Anda di Website Ini

KLIK DISINI