Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Eksistensi Pancasila Dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau Melalui Pendekatan Sosiologis-Konstektual

Oleh: Hamzah Vensuri

Terus Berjuang | Sahabat Tebe 
 I. Pendahuluan
     Hukum dibuat untuk menciptakan kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat baik secara tertulis maupun secara lisan. Kedamaian tersebut tercipta dari aturan yang disepakati bersama melalui fungsionaris atau perwakilan yang diangkat dan dianggap memiliki kompetensi dibidang pembentukan hukum. Hukum-hukum yang telah disepakati secara bersama dilaksanakan secara ideal guna mengatur tingkah laku manusia dalam cakupan wilayah beralakunya suatu peraturan tersebut.
Secara sosial, hukum membatasi perbuatan manusia terhadap hal-hal yang dapat merugikan hak orang lain.

Baca Juga:  Menghasilkan uang melalui internet dengan Google Adsense

Tidak hanya merugikan hak-hak tapi juga mengatur perbenturan kepentingan-kepentingan hidup dalam bermasyarakat. Masyarakat yang majemuk akan mustahil hidup dalam kedamaian dari ketiadaan hukum. Interaksi sosial merupakan suatu media tempat bermulanya hukum, diadalamnya terjalin suatu hubugan antara individu dengan individu sehingga menimbulkan suatu kaedah yang harus ditaati bersama. Ketaatan itu secara dasar akan lahir dalam interksi melalui tutur bahasa yang sopan, menjaga nilai kesusilaan, nilai agama, dan kebiasaan adat yang lahir jauh sebelumnya. Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang perorang, atara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.  Hukum konkrit harus dijadikan dasar peletakan hak-hak manusia dalam masyarakat suapaya menjadi kontrol sosial bagi masyarakat. Kontrol sosial akan membawa masyarakat dalam suatu keadaan tertib, dengan arti kata keteraturan menjadi hidangan yang manis dalam keseharian. Hidangan manis itu akan terasa sangat indah jika keteraturan yang telah dibentuk dan dicita-citakan dapat bertahan hingga kurun waktu yang lama dan pada akhirnya membentuk sebuah masyarakat madani.

     Pancasila sebagai dasar negara yang didalamnya terdapat norma-norma dasar dan menjadi landasan dalam pembentukan perundang-undangan lahir dari tekad bangsa Indonesia yang ingin lepas dari penjajahan dan kekosongan hukum. Pancasila dirumuskan berdasarkan kebutuhan dan dari hasil kajian karakteristik bangsa yang telah ada jauh sebelum negara Indonesia berdiri. Kajian mendalam tersebut, sampailah pada suatu kesepakatan dirumuskannya Pancasila yang mewakili cita-cita masyarakat yang beragam dengan kekhasannya masing-masing.

     Nilai Pancasila akan dilaksanakan berbeda dari setiap daerah. Walaupun pelaksanaan dan pengamalannya memiliki perbedaan yang mencolok tapi tetap pada satu tujuan yaitu terpenuhi setiap nilai yang menjadi cita-cita pendiri negara Indonesia. Tak bisa dipungkiri dari jejeran pulau-pulau di Indonesia terdapat keberagaman yang sangat kaya, sehingga akan terlalu luas jika kajian melulu dititikberatkan pada kajian Indonesia. Bahkan dalam suatu daerah hukum adatpun memiliki keberagaman yang banyak dalam hal pengamalan nilai-nilai pancasila.
     Dengan keberagaman tersebut timbullah keinginan penulis untuk memberikan suatu gambaran nilai-nilai Pancasila dalam suatu masyarakat hukum adat Minangkabau yang sebagian besar tinggal di daerah Sumatera Barat. Mengapa? Karena dengan mengerucutkan suatu cakupan akan mempermudah penulis untuk membuat analisis nilai-nilai Pancasila sehingga diperoleh suatu gambaran umum yang mewakili dari setiap daerah yang berbeda. Untuk menggambarkan dan menganalisisnya penulis merumuskan dalam sebuah judul yaitu Eksistensi Nilai Pancasila Dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau Melalui Pendekatan Sosiologis-Konstektual.
     Berangkat dari judul yang telah disusun, menimbulkan suatu rumusan yang harus dipaparkan dalam penulisan makalah ini. Rumusan ini hendaknya dapat menjangkau dan menerangkan dari judul yang telah disusun. Rumusan dibuat melalui pertanyaan pertanyaan yang harus dijawab dalam pembahasan atau analisis yang mewakili atau mempresentasikan hal yang seharusnnya menjadi tujuan penulis sehingga memberikan informasi kepada pembaca. Adapun yang menjadi pertanyaan dari pembuatan makalai ini adalah bagaimana eksistensi nilai pancasila dalam masyarakat hukum adat minangkabau melalui pendekatan sosiologis-konstektual?
     Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan informasi tentang eksistensi nilai Pancasila dalam masyarakat hukum adat Minangkabau. Dengan demikian dapat juga menjadi bahan bacaan untuk memperluas pengetahuan dalam hal kebudayaan dan norma hukum yang berlaku di Minangkabau.

II. PEMBAHASAN
     Nilai Pancasila dalam masyarakat hukum adat Minangkabau tergambar dalam keseharian dan dalam sistem pemerintahannya. Minangkabau sudah mengenal sistem pemerintahan berupa kerajaan pada masa lampau. Peraturan yang dibuat didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat hukum adat dan aturan-aturan yang drumuskan oleh para pemuka adat. Dalam perjalanannya tak jarang terjadi konflik. Konflik terjadi karena proses pembaharuan kehidupan sosial masyarakat yang menghendaki perubahan hukum yang usang menjadi hukum yang dicita-citakan sehingga memenuhi rasa keadilan.

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
     Sebelum masuknya Islam, daerah Sumatera Barat dalam hal ini masyarakat hukum adat Minangkabau memiliki kepercayaan terhadap roh nenek moyang dan hukum alam yang tampak dan hukum logis yang dapat diterima akal sehat. Kepercayan tersebut tetap dipegang hingga terjadiny penyebaran agama Islam ke Indonesia. Berawal dari Aceh hingga perluasan agama Islam menyentuh daerah Minangkabau. Penyebaran Islam yang dibawa oleh pedagang Arab memalui jalur sutera meberikan warna tersendiri bagi masyarakat yang belum mengenal agama pada saat itu. Masyarakat minangkabau yang bersifat terbuka menerima ajaran baru tersebut karena dapat diterima oleh akal sehat dan dapat memberikan ketentraman pada pemeluknya.
     Semakn pesatnya perkembangan agama Islam di Minangkabau menjadikan masyarakat Minangkabau terbagi menjadi dua golongan. Golangan tersebut terdiri dari golongan adat dan golongan agama. Golongan adat merupakan golongan yang masih memegang teguh nilai adat secara kaku. Golongan ini tidak mau mencampuradukkan antara agama dengan adat. Adat merupakan suatu hal yang tersendiri diluar agama. Adat lebih dulu lahir sebelum datangnya agama Islam tidak boleh dirubah. Hal-hal yang bertentangan dengan agama tidak boleh dihapuskan dalam adat. Ini dimaksudkan oleh golongan adat untuk menjaga keorisinilan hukum adat yang telah lama diikuti oleh masyarakat Minangkabau. Adapun menurut golongan agama, bahwa agama Islam adalah agama yang datang dari langit, sedangkan aturan adat merupakan kesepakatan dari manusia. Ada hukum Tuhan yng lebih adil mengatur hubungan manusia dengan manusia, sehingga golongan agama menganggap bahwa aturan adat yang bertentangan dengan nilai agama Islam harus dihapuskan dan diganti dengan hal baru yang tidak bertentangan.
     Puncak perseteruan tersebut melahirkan suatu kesepakatan yang dituangkan dalam sebuah pepatah adat Miangkabau yaitu “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”. Artinya adat didasarkan pada Agama, dan agama didasarkan pada Al-Qur’an. Kesepakatan para ulama dan pemuka adat tersebut terjadi di sebuah bukit yang bernama bukit Marapalam, yang mana semua pemuka adat dan ulama dari seluruh penjuru negeri Minagkabau hadir dan turut mengambil keputusan yang bersejarah di Minangkabau.
     Kata sandi merupakan manifestasi dari penyisipan atau penyumpalan suatu tiang agar menjadi kokoh. Sandi biasa digunakan dalam pembuatan rumah adat Minangkabau, yang mana rumah adat Minangkabau sebelum bisa berdiri kokoh harus dibuatkan sandinya, yaitu menyisipkan batu dikaki-kaki tiang rumah. Begitupun agama, untuk mengokohkan adat harus disisipkan nilai-nilai agama didalamnya sehingga terdapat suatu aturan adat yang berdasarkan pada agama dan menjadikannya tak lapuk oleh hujan dan tak lekang oleh panas.
     Dengan peristiwa sosial yang terjadi di Minangkabau tersebut menggambarkan bahwa adat itu tidak serta merta dapat diterapkan secara kaku. Adat dapat menyesuaikan dengan kehidupan masyarakat dengan datangnya nilai baru dalam masyarakat tersebut. Dengan datangnya agama sebagi media baru dalam adat Minagkabau memberikan suatu produk hukum baru antara hubungannya dengan manusia dan hubungannya dengan Tuhan sang pencipta. Kesepakatan yang timbul tersebut menjadikan masyarakat minangkabau secara keseluruhan patuh terhadap aturan agama dan peraturan adat sehingga tidak ada lagi hal yang dapat menimbulkan konflik
Dalam sosiologi hukum norma tersebut awalnya lahir dari masyarakat dan dengan adanya agama sebagai penengah dari aturan yang dianggap tidak sesuai lagi menjadikan golongan agama dan golongan adat kembali bersatu dalam naungan Minangkabau. Sehingga negara merumuskan dalam sebuah dasar negara yang dikenal dengan sila kesatu Pancasila.

2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
     Masyarakat hukum adat Minangkabau menganut nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan mempunyai adab. Nilai-nilai kemanusiaan itu tergambar dalam adanya toleransi antar sesama. Toleransi tersbut diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial. Kepedulian sosial bisa diasumsikan dalam bentuk mengatasi kesenjangan dengan masyakat lain baik dalam hal ekonomi budaya maupun adat istiadat. Kesenjangan tersebut diatasi dengan memberikan bantuan terhadap masyarakat yang membutuhkan. Bantuan tersebut diberikan secara individu ataupun secara kelompok.
     Dalam masyarakat hukum Minangkabau terdapat beberapa suku. Suku tersebut biasanya tinggal di wilayah tertentu dengan sistem hukum adat tersendiri yang diketuai oleh seorang kepala suku. Kepala suku bertugas untuk menjaga kesejahteraan masyarakatnya. Jika terjadi kesenjangan sosial maka akan diberikan solusi secara bersama. Kekeraban suku tersebut berdasarkan garis keturunan ibu atau matrilineal. Dalam satu suku sangat erat kekerabatannya. Sehingga jika terjadi masalah dalam satu suku, secara bersama-sama harus diselesaikan dalam suku. Jika tidak terdapat solusi maka baru diselesaikan secara adat yang didalamnya bernaung beberapa suku keturunan.
     Nilai-nilai kemanusian sangat dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat Minangkabau. Ini dibuktikan dengan adanya semacam lumbung padi yang dinamakan “Rangkiang”. Rangkiang berfungsi untuk menyimpan padi hasil pertanian sebagai cadangan makanan baik digunakan untuk kepentingan keluarga maupun untuk kepentingan masyarakat. Nilai toleransi tersebut timbul dari sistem dan kebiasaan masyarakat Minangkabau. Sistem telah membuat suatu unsur yang semakin hari menjadikannya mengaplikasika suatu kebiasaan menyentuh sisi kemanusiaan di Minangkabau.
     Peradaban pun tak memungkiri bahwa dengan adanya kehidupan sosial yang menganut nilai toleransi menjadikan masyarakat minangkbau mempunyai suatu wibawa. Wibawa tersebut dapat dilihat dari saling terpenuhi suatu aturan dengan nilai kemanusiaan sehingga cita-cita dari Pancasila dapat diwujudkan secara ideal walaupun masih terdapat kekurangan.

3. Sila Persatuan Indonesia
     Nilai persatuan dalam masyarakat hukum adat Minangkabau tergambar dari keseragaman hukum adat yang dimiliki. Hukum adat dirumuskan dalam beberapa tingkatan. Tingkatan tersebut meliputi adat nan sabana adat, adat nan teradat, adat nan di adatkan dan adat istiadat. Pembagian hukum adat tersebut berdasarkan hal-hal yang diatur umum sampai hal yang diatur khusus. Hal yang diatur umum merupakan dasar yang tidak boleh dirubah. Karena ketetapan tersebut diatur secara universal dalam masyarakat hukum adat Minangkabau. Hal yang diatur umum tersebut adalah adat nan sabana adat dan adat nan teradat. Adapun adat nan teradat dan adat istiadat merupakan hal yang diatur sendiri oleh masing-masing daerah hukum adat. Perumusannya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan masyarakat.
     Dengan adanya persatuan yang kokoh dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, menjadikan masyarakat hukum Minangkabau bersatu dalam hal melaksanakan pemerintahan yang berbasis adat. Dengan demikian terbentuklah suatu keasatuan yang mana terdapat keterkaitan antara suatu suku dengan suku lain yang ada minangkbau karena adanya hukum umum yang mengatur.

4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
     Musyawarah merupakan hal yang fundamental dalam pengambilan keputusan. Begitupun dalam masyarakat adat Minangkabau yang selalu meletakkan musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Seperti contoh dalam hal kesepakatan adat dan agama seperti yang telah digambarkan diawal. Hukum adat Minangkabau sangat menjunjug tinggi musyawarah dalam mengambil keputusan. Hal ini tergambar dalam pepatah adat yang berbunyi “bulat kata karena mufakat”. Pepatah adat ini sudah ada sejak bermukimnya Maharaja Diraja di daerah puncak Gunung Marapi. Nenek moyang orang minangkabau telah merumuskan aturan-aturan dengan cara mufakat. Kata mufakat dapat memberikan imbas pada sikap penerimaan oleh rakyat. Rakyat dapat menerima suatu keputusan dengan lapang dada karena merasa diberi kewenangan untuk ikut serta dalam pengambilan keputsan tersebut. Didaerah Minangkabau dikenal adanya Balai Adat. Balai adat tersebut digunakan sebagai tempat berunding. Perundingan diikuti oleh kepala setiap suku dan perwakilan Badan Musyawarah suatu daerah.

5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonsia.
     Keadilan bukan berarti sama banyak, bukan juga sama rata. Keadilan itu pemenuhan suatu kebutuhan pada tempatnya. Pernyataan tersebut merupakan sepenggal kalimat yang selalu dianut oleh masyarakat hukum adat Minangkabau. Keadilan berimbang yang diberikan dalam pemerintahan Minangkabau menjadikan masyarakatnya hidup dalam keamanan. Keamanan tersebut terjadi karena adanya pemenuhan yang sesuai kebutuhan.
     Dalam masyarakat hukum adat Minangkabau terdapat suatu lembaga yang mengatur tentang penegakan hukum. Penegakan hukum tradisional tapi mengikat dibentuk oleh pemimpin masyarakat dat yang mengutamakan upaya damai. Dengan adanya upaya damai dapat menguntungkan para pihak. Para pihak baik yang merugikan atau yang dirugikan dicarikan suatu jalan tengah yang memberikan rasa keadilan sehingga dapat memunculkan rasa puas bagi pihak yang dirugikan dan efek jera bagi yang merugikan.

III. PENUTUP
     Dari tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa jauh sebelum disusunnya Pancasila, masyarakat hukum adat Minangkabau telah menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut dilihat dari kehidupan sosial yang ada dalam masyarakat hukum adat Minangkabau baik dalam hal kepercayaan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah maupun dalam keadilan. Nilai Pncasila tersebut diwujudkan dalam suatu tata pemerintahan yang berbasis musyawarah dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dengan tidak melupakan agama sebagai penyeimbang.

IV. Daftar Kepustakaan
Soerjono Soekanto. 1987.  Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Zainuddin Ali. 2012. Sosiologi Hukum. Jakarta. Sinar Grafika.
Eksistensi Pancasila Dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau Melalui Pendekatan Sosiologis-Konstektual

Baca juga: Kunjungan Raja Arab Saudi Ke Indonesia

Posting Komentar untuk "Eksistensi Pancasila Dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau Melalui Pendekatan Sosiologis-Konstektual"

Pasang Backlink Profesional Terpercaya untuk Blog Anda di Website Ini

KLIK DISINI